Posts

Midnight Madness : Hiatus

Kurasa tubuhku terurai dan tepecah belah di luar angkasa, kesadaranku melayang entah kemana dan dadaku merasakan hal monoton paling manis yang disebut normal. Semuanya baik-baik saja karena aku tidak merasakan apapun, pikiranku terlalu sibuk untuk merespon. Mengapung di permukaan dan membiarkan jasadku hancur tenggelam.  Aku menyeberangi portal dimensi menuju kenyataan lain. Memisahkan kesadaranku dari dunia nyata setelah bunyi debam yang biasanya menggema kini berhenti tanpa tanda. Semuanya lenyap begitu saja. Hingga mataku terbuka dan mendapati diriku terbangun di tempat yang gelap dengan cahaya remang-remang. Sebuah ruangan tanpa dinding batas, tanpa atap, yang ada hanya lantai basah tergenang air disemua penjuru tempat.  Aku pulang.   *** Yang paling aku rindukan dari tempat ini adalah pebatasan di ujung pintu taman labirin. Sebuah jurang yang memisahkan dataran suram dan gelap di ujung sana dengan tanah di rumahku.  “Kau tidak pernah bilang ada apa di ...

Midnight Madness : Silent Season

Image
This story contains violence dan murder. Just be wise, please! Suara musim panas terdengar dari puisi yang disampaikan Vivaldi melalui gesekan biolanya di telingaku. Terdengar burung-burung bernyanyi dengan ceria di awal musim—permulaan yang manis sekaligus klise—namun, kemudian suasana berubah ketika alunan nada itu memperdengarkan ketegangan hujan badai sebelum musim berganti. Kendati Vivaldi membisikan nuansa indah dari pemutar musik di ponselku, suasana di luar sini sangatlah berbeda; sunyi membisukan suara kecerian musim panas yang cerah. Aku tak mendengar keramaian hingga bermil-mil jauhnya atau suara orang-orang bicara sekalipun. Sebelumnya kami tak pernah menghabiskan liburan musim panas di tempat tinggal kami karena ayah selalu mengajak bepergian hingga musim panas usai. Tapi kali ini ibu merencanakan liburan keluarga di tempat terpencil ini, meninggalkan apartemen kami yang nyaman di tengah kota yang ramai dimana semuanya mudah diakses dan banyak tempat untuk menghabiskan ...

Midnight Madness : Mementos

Memori adalah warna warni. Setiap spektrum merefleksikan warna dalam rasa, memberi nuansa dalam suasana. Garisnya mengurai jejak waktu, mengisi lembar kosong dengan pola ingatan yang rumit. Corak goresan tintanya membentuk wujud abstrak, mengaktifkan indra. Menimbulkan sinestesia. Menyentuh jiwa. Jingga fajar atau senja berpadu dengan merah muda menyala mengutarakan kehangatan dan cinta. Kedua warna itu menjadi latar belakang, membaur dan semakin terang dengan ditambah bercak tinta yang lebih beragam, mengingatkan kenangan masa kecil yang mulai pudar namun masih menyisakan rasa. Terdengar tawa riang dari warna utama, hijau dan kuning, yang terpisah dan saling merambah dalam gradasi. Semua gambaran tak berbentuk itu mengiringi fase baru yang diungkapkan lewat perpaduan warna-warna dengan kontras yang tajam. Mengutarakan emosi yang menggebu-gebu, menyairkan sebuah pencarian makna, mempertanyakan siapa. Keadaan itu sedikit turun skala ketegangannya setelah bercak jejak putih mem...

Midnight Madness : Dear Diary

This story contains violence, murder and suicide. Just be wise, please! Ia terdiam di depanku. Sementara, lubang di kepalanya mengalirkan darah dengan lancar, menuruni pangkal hidungnya, mewarnai kulitnya yang pucat menjadi merona kemerahan. Matanya yang sendu menatapku tanpa arti. Lengkung bibirnya menggambarkan perasaannya yang geram. Pantas saja, karena ia bertaruh untuk bahu kirinya tapi aku malah menembak kepalanya. Aku tidak tahu apakah peluru itu menembus sampai belakang kepalanya atau malah bersarang di dalam sana. Yang ku tahu pria ini tidak akan mati dengan mudah. “Apa ada hal lain yang mungkin bisa membunuhmu?” *** Serat-serat kabut menari diatas danau, merambah sampai ke daratan dan menyelinap diantara celah pepohonan pinus. Rintik air pun ikut turun bergerumun menghiasi suasana mendung diantara angin yang menghembuskan udara dingin. Pemandangan ditambah muram oleh awan badai yang bergerak dengan tenang menghiasi langit senja. Seat Valley adalah kota palin...